Tatacara Mandi Besar (Janabat), Mandi Haid dan Mandi Junub

Mandi wajib atau mandi besar atau mandi janabat diambil dari istilah bahasa arab al ghoslu atau al ghuslu. Al ghoslu lebih masyhur di kalangan ahli bahasa sedang al ghuslu lebih masyhur dikalangan ahli fiqh, yang berarti meratakan air ke badan dengan cara mandi. Adapun menurut syariat adalah meratakan air yang suci ke seluruh badan dengan tata cara yang khusus.Alloh Ta’ala berfirman,“Dan jika kamu junub maka mandilah”(Al Maidah : 6).

Hal-hal yang mewajibkan mandi besar:

1. Keluarnya mani karena syahwat dalam keadaan terjaga (tidak tidur).

Hal ini berdasar sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ,”Apabila engkau mengeluarkan mani maka lakukanlah mandi janabat, apabila tidak mengeluarkan mani maka janganlah engkau mandi”.(HR Ahmad dan dihasankan Syaikh Albani dalam Irwa’ul Gholil)

2. Keluar mani karena mimpi.

Hal ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Berdasar riwayat dari Ummu Salamah bahwa Ummu Sulaim bertanya ,”Wahai Rosululloh, sesungguhnya Alloh tidak malu menjelaskan kebenaran. Apakah wanita mandi apabila dia Ihtilam (mimpi basah)?”, Nabi menjawab,”Ya, jika dia melihat air mani“.(HR Bukhori dan Muslim). Imam Ibnu Qudamah berkata dalam Al Mughni (1/26):”Apabila seseorang bermimpi tetapi tidak mengeluarkan mani, maka tidak wajib baginya mandi”.

3. Jima’ (berhubungan suami istri), meskipun tidak mengeluarkan mani.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Apabila seseorang menggauli istrinya, maka wajib mandi sekalipun tidak mengeluarkan mani”.(HR Muslim).

4. Suci dari haidh dan nifas.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Apabila datang haidhmu, maka tinggalkanlah sholat dan apabila telah suci, maka mandi serta sholatlah”.(HR Bukhori dan Muslim).

5. Orang kafir masuk islam baik dari yang asli maupun dari yang murtad.

Berdasar hadist Qois bin Ashim, dia berkata:”Saya datang kepada Nabi hendak masuk islam, maka beliau memerintahkan kepadaku agar mandi dengan air dan daun bidara “.(HR Ahmad).

6. Orang Islam yang meninggal tidak dalam keadaan syahid di medan peperangan.

Hal ini berdasar sabda Nabi terhadap seseorang yang berihrom kemudian meninggal karena terlempar oleh untanya sendiri:”Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara”(HR Bukhori dan Muslim).

Syarat-syarat mandi besar, diantaranya:

Niat, islam, berakal dewasa,air yang suci dan mubah ,meniadakan hal-hal yang menghalangi sampainya air keanggota wudlu,dan terhentinya hal-hal yang mewajibkan mandi.

Tata Cara Mandi Besar

Adapun tata-tata cara mandi, maka ada dua macam :

Tata cara yang mencukupi dan diterima (sah) ialah mencuci kepala dan seluruh badannya.
Adapun tata cara yang sempurna adalah sesuai yang tercantum dalam hadits ‘Aisyah di Bukhari dan Muslim ia berkata :

Adalah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- jika ia melakukan mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu, kemudian mengambil air, lalu beliau memasukkan jari jemarinya ke pangkal rambut, kemudian beliau menuangkan air atas kepalanya tiga tuangan, kemudian beliau menyiramkan air ke sekujur tubuhnya kemudian mencuci kedua kakinya.”

Hadits ini adalah lafaz yang dikeluarkan oleh Muslim. Hadits yang senada dengan ini ada di Bukhari dan Muslim dari hadits Maimunah -semoga Allah meridhainya- .

Artinya: tata cara mandi yang sempurna itu didahului oleh wudhu, cuma saja mencuci kedua kakinya diakhirkan saat selesai memandikan sekujur tubuh.

Adapun tata cara mandi yang sah dan diterima (minimal) tidak didahului wudhu. Kedua cara itu sah.Tidaklah wajib bagi wanita untuk menguraikan kepang rambutnya saat mandi, berdasarkan hadits Ummu Salamah di shahih Muslim

ia berkata : saya bertanya, wahai Rasulullah sesungguhnya saya adalah wanita yang kepang rambut saya tebal, apakah saya menguraikannya untuk mandi junub dan haid, beliau menjawab : “Tidak. Cukuplah bagimu untuk menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali tuangan”.

Tata cara mandi besar yang sempurna, diantaranya:


Berniat mandi sempurna di dalam hati. Mengucapkan :Bismillah. Memulai dengan membasuh tangan sebanyak tiga kali. Membasuh kemaluan dengan tangan kiri lalu mencuci kedua tangan dengan tanah atau sejenisnya (seperti sabun). Berwudlu seperti wudlu untuk sholat dan mengakhirkan kedua kakinya pada penghabisan mandi. Memasukkan jari-jarinya ke air lalu menyela-nyela rambut dengan jari-jarinya hingga merata. Menuangkan air diatas kepala tiga kali dimulai dengan bagian kepala kanan, kemudian kiri kemudian tengah. Wanita tidak perlu mengurai rambut kepala ketika mandi janabah dan disunnahkan mengurainya ketika mandi haidh. Menuangkan air ke seluruh tubuh dimulai dari tubuh sebelah kanan. Berpindah tempat dari tempat semula, lalu membasuh kedua kakinya.

Mandi Haid

Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:

تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ

“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).”

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:

تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ

“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332)

An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).

Syaikh Mushthafa Al-’Adawy berkata: “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan rambut atau tidak.Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib-tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).

Maka wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ringkasnya sebagai berikut:

  1. Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya.
  2. Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
  3. Menyiramkan air ke badannya.
  4. Mengambil secarik kain atau kapas(atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.

TATA CARA MANDI JUNUB BAGI WANITA

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:

كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ

“Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)

Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena junub, berdasarkan hadits berikut:

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:

قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن

Aku (Ummu Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?” Beliau bersabda: “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (Hadits Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)

Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita adalah:

  1. Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan).
  2. Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
  3. Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
  4. Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.
  5. Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.

Tata cara mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib, akan tetapi disukai karena diambil dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apabila dia mengurangi tata cara mandi sebagaimana yang disebutkan, dengan syarat air mengenai (menyirami) seluruh badannya, maka hal itu telah mencukupinya. Wallahu A’lam bish-shawab.

daftar pustaka:

http://sholat.wordpress.com

http://salafiyunpad.wordpress.com

Majalah As Sunah Edisi 04/Th.IV/1420-2000, oleh Ummu ‘Athiyah

9 thoughts on “Tatacara Mandi Besar (Janabat), Mandi Haid dan Mandi Junub

  1. makasih sebelumnya mas, karena postingannya sudah menambah pengetahuan saya tentang mandi wajib.

    mas mau nanya kalo pas lagi bulan ramadhan.
    trus malemnya suami-istri melakukan hubungan suami-istri kan dibolehkan ya.
    nah pas mau sahur, apakah suami-istri itu harus mandi wajib dulu sebelum bersahur. atau boleh langsung makan tanpa harus mandi wajib.

    makasih buat jawabanya.

    • Seseorang yang dalam keadaan junub disyariatkan untuk mandi janabah, karena dia harus melakukan ibadah wajib (seperti shalat), yang disyaratkan di dalamnya suci dari hadats kecil dan besar. Apabila seseorang yang sedang junub belum mandi, maka tidak ada perkara yang dilarang, kecuali hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Di antara larangan itu adalah:

      1. Shalat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

      لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُوْرٍ

      “Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci.” (Hr. Muslim: 1/204)

      2. Menyentuh mushaf al-Quran, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

      لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

      “Tidak boleh menyentuh al-Quran, kecuali orang yang suci.” (Hr. Daruquthni: 1/122, Baihaqi: 1/88, Thabrani: 9/33; dinilai shahih oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 122)

      3. Membaca al-Quran, sebagaimana dalam hadits,

      عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ يُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ عَلَى كُلِّ حَالٍ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا

      Dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Rasulullah membacakan al-Quran kepada kami, kecuali ketika beliau sedang junub.” (Hr. Abu Daud: 229, Nasa’i: 1/144, Tirmizi: 146, Ibnu Majah: 594, Ibnu Hibban: 799, dan Ahmad: 1/83)

      4. Tinggal di mesjid. Adapun sekadar lewat karena suatu kebutuhan adalah dibolehkan, sebagaimana firman-Nya,

      … وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

      “…Janganlah masuk mesjid sedangkan kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (Qs. An-Nisa`: 43)

      Adapun perbuatan lain, selama tidak ada dalil larangannya, maka boleh dilakukan walaupun sedang junub, seperti makan, minum, berzikir (selain membaca al-Quran), dan lainnya. Allahu a’lam

      Dijawab oleh Ustadz Abu Ubaidah pada Majalah Al-Furqon, edisi 10, tahun ke-7, 1429 H/2008 M.

  2. Jika wanita telah bersih dari haidhnya dan darah telah berhenti darinya, maka suami boleh mencampurinya setelah ia mencuci tempat keluarnya darah (kemaluan) dari darah tersebut saja, atau berwudhu’ atau mandi. Mana saja yang wanita melakukannya, maka suami boleh menggaulinya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    “Artinya : … Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” [Al-Baqarah : 222]. [11]

    Adapun pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, maka dia mengatakan: “Jika ditanyakan: ‘Apakah boleh menyetubuhinya?’”

    Jawabannya: Tidak boleh. Dalil atas hal ini ialah firman Allah Subhanahu wa ta’ala

    “Artinya : … Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu… ” [Al-Baqarah : 222]
    Ibnu Hazm berkata: “Wudhu’ adalah bersuci, tanpa ada perbedaan pendapat, mencuci kemaluan dengan air juga bersuci, dan mencuci semua tubuh adalah bersuci. Dengan cara apa pun wanita -yang mendapati dirinya telah bersih dari haidhnya- bersuci, maka halal bagi suami -karena bersuci tersebut- untuk mencampurinya, wabillaahit taufiiq.”[15]

    Tetapi yang lebih hati-hati adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, yaitu dengan mandinya isteri terlebih dahulu sebelum suaminya mencampurinya, wallaahu a’lam.

    [Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]

Tinggalkan Balasan ke ryan Batalkan balasan